“Ekspedisi dan kecintaan terhadap Pantai Nanggelan dimulai di angkatan XVII”
Nanggelan diperkenalkan oleh Mas Haryo T. Bintoro, seorang mahasiswa Hubungan Internasional, Univ Jember, pada awal 1994. Mas Bintoro dulu adalah anggota klub fotografi Halcyon yang dipimpin oleh alm. Mas Dewanto (pendiri Sispena). Mas Bintoro kini bermukim di Bogor. Selanjutnya, saya mengajak kawan-kawan Sispena untuk pergi sendiri ke Nanggelan. Acara camping di pantai jadi salah satu kegemaran angkatan 17. Pantai Nanggelan yang berada di selatan Jember ini indah sekali. Di balik pantai ini ada sebuah padang rumput tempat Bos javanicus (banteng) yang jumlahnya tinggal 150 bercengkerama (hingga saat ini saya belum menyaksikan satupun kecuali jejak-jejaknya). Di Nanggelan ini juga, konon, manusia kerdil setinggi 70 cm berada.
Dari Jember, Nanggelan bisa dicapai selama 1 jam, melewati Glantangan (atau Ambulu), Kota Blatter dan Perkebunan Trate. Letaknya kira-kira 45 km dari Jember.
Teluk Nanggelan sangat landai, pasirnya kuning, ombaknya ramah, udaranya segar, senyap dan addictive. Di sana juga terdapat sumber air tawar yang bersih, serta sungai kecil yang mengalir di balik rerimbunan hutan. Udang juga banyak terdapat di pantainya.
Yang kami lakukan ketika camping di sana adalah: bangun tidur pukul 6 pagi, udara masih segar, dingin, lalu melepas baju, lari ke laut, menyelam ke tengah, berendam sejenak lalu kembali ke pantai, duduk di tepi pantai, tubuh masih basah, minum kopi dan menikmati udara pagi di cercahan matahari yang hangat (Sispena XVII, 1994)
Dulu dan Sekarang” dari kiri ke kanan: Diah Paulina, Vidia “Nyol” Yuniarti, Endah Utami, Rio Christiawan, Ivan Jaka Perdana, Nanang Wicaksono, Teddy Nanggara, Arief Yudhanto
Narasi: Arief (XVII). Foto: Nyol (XVII)
Angkatan berapa saja yang melanjutkan kecintaan terhadap pantai Nanggelan?